Selasa, 12 Februari 2013

Bioenergy : solusi bagi permasalahan krisis energi dan lingkungan

Bioenergy : solusi bagi permasalahan krisis energi dan lingkungan

Pencarian sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable), murah dan ramah lingkungan menjadi tuntutan yang tidak dapat ditunda lebih lama lagi saat ini sehubungan dengan menyusutnya cadangan bahan bakar fosil secara siginifikan dalam beberapa tahun belakangan ini, serta efek rumah kaca dan pemanasan global yang ditimbulkan selama proses pengunaannya. Salah satu energi alternatif yang mempunyai potensi sangat besar namun belum dimanfaatkan secara maksimal adalah bioenergy dimana sumber bahan yang digunakan untuk dikonversi menjadi bahan bakar berasal dari alam sehingga dapat diperbaharui dan tidak menghasilkan emisi gas buang apapun. Keunggulan pemanfaatan bioenergi ini adalah dapat meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Beberapa bioenergy yang telah dikembangkan saat ini yaitu biodiesel, bioetanol, biogas, sel surya dan biomassa. Saat ini pemanfaatan limbah perkebunan dan industri sebagai bahan baku bioenergi telah gencar dilakukan, hal ini mengingat pemanfaatan limbah dapat memperkecil kerusakan lingkungan. Pemanfaatan limbah juga dapat memperkecil penggunaan bahan pangan sehingga bahan pangan yang ada dikhususkan untuk keperluan pangan masyarakat.

Pemanfaatan bioenergy akhir-akhir ini marak dilakukan mengingat cadangan bahan bakar fosil yang semakin menipis. Beberapa negara telah memanfaatkan energi alternatif ini. Pada tahun 2005 negara di belahan Amerika Selatan telah memproduksi 16.3 milyar liter etanol, menyumbang 33.3 % produksi dunia dan 42 % produksi etanol. Negara yang telah menggunakan BE 10 (campuran 10% etanol dan 90% BBM), diantaranya AS, Kanada, India, Thailand, China, Filipina dan Jepang. Hanya Brasil yang telah menggunakan BE 20. Langkah-langkah antisipatif juga telah dilakukan negara-negara maju untuk menghadapi krisis energi dimasa yang akan datang dengan cara mengarahkan kebijakan energi strategis untuk beralih dari energi fosil ke energi terbarukan terutama bioenergi. Pemerintah Australia mengatur kebijaksanaan pemakaian biofuel untuk transportasi, industri serta pembangkit tenaga listrik. Di USA, akhir 2005 produksi Biodiesel AS mencapai 4 miliar galon dan akan meningkat menjadi 8 miliar galon pada 2012. Selain itu, pada tahun 2005 Belanda juga mengambil kebijaksanaan untuk impor 400 ribu ton kelapa sawit dari Indonesia untuk dikonversi menjadi biodiesel (Anonim a, 2012).
Pemanfaatan bioenergi di Indonesia masih kurang optimal, padahal berdasarkan hasil kajian Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) paling mutakhir tentang kondisi energi di Indonesia, cadangan minyak bumi yang ada hanya sekitar 9,7 barel dan diperkirakan akan habis 15 tahun lagi. Untuk cadangan batubara sekitar 50 miliar ton da diperkirakan dapat digunakan sedikitnya 150 tahun mendatang. Untuk cadangan panas bumi sekitar 27 ribu MW dan gas penggunaannya tinggal 60 tahun lagi. Sedangkan untuk Tenaga air sekitar 75 ribu MW (Anonim a, 2012). Beberapa bioenergy yang banyak dikembangkan :

a. Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel di samping Bioetanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dengan produk samping yang dihasilkan yaitu gliserol atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air. Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara lain (Haryanto, 2002) :
1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi
2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi.
3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.
4. Terdapat dalam fase cair.

Berbagai bahan baku yang dapat digunakan yaitu minyak mentah sawit (Crude Palm Oil). Biodiesel dapat dibuat dari bermacam sumber, seperti minyak nabati, lemak hewani dan sisa dari minyak atau lemak (misalnya sisa minyak penggorengan). Biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia karena Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar dunia mempunyai peluang untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel. Pemanfaatan sumber daya alam ini akan meningkatkan devisa negara dimana impor minyak mentah akan berkurang. Namun penggunaan minyak kelapa sawit harus di kontrol. Pengontrolan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengontrolan penggunaan lahan perkebunan sawit dimana pengembangan lahan sawit harus seimbang dengan lahan perkebunan lain. Hal ini dilakukan agar ketersediaan bahan pangan dapat tercukupi dan seimbang.

Berbagai penelitian dan kampanye penggunaan bahan bakar biodiesel telah dilakukan oleh universitas-universitas di Indonesia. Salah satunya adalah Universitas Tanjungpura. Universitas Tanjungpura yang bekerjasama dengan Universiti Teknologi Malaysia (UTM) telah melakukan kampanye perduli lingkungan dengan melakukan ekspedisi di berbagai negara di Asia Tenggara. Ekspedisi ini dinamakan Biodiesel Expedition. Acara ini telah dilakukan oleh UNTAN dan UTM sebanyak 3 kali. Dimana ekspedisi pertama dinamai Trans-Borneo Biodiesel Expedition 2010. Ekspedisi di tahun berikutnya dinamai Biodiesel Expedition Vientiane-Laos 2011 dan ekspedisi yang baru saja dilakukan yaitu Trans-Java Bali Biodiesel Expedition 2012. Tujuan utama dari ekspedisi ini yaitu untuk mensosialisasikan pemanfaatan biodiesel sebagai alternatif bioenergy kepada masyarakat dunia. hal ini dibuktikan dengan bus yang digunakan berbahan bakar biodiesel.

Universitas Tanjungpura juga telah melakukan banyak penelitian mengenai biodiesel. Prof. Dr. Thamrin Usman, DEA telah menemukan metode pembuatan biodiesel kelapa sawit yang lebih efisien dimana proses ekstraksi dihilangkan sehingga dapat memperkecil biaya. Pada penelitian ini digunakan metode transesterifikasi dengan mereaksikan langsung bahan baku dengan metanol. Metode ini dipercepat dengan menggunakan katalisator sehingga bisa langsung diperoleh produk utama biodiesel kadar 100 persen (B100) atau bahan bakar nabati murni. Pemanfaatan limbah juga dilakukan pada penelitian ini. Katalis yang digunakan berasal dari abu tandan kosong sawit limbah perkebunan kelapa sawit. Metode transesterifikasi dengan katalisator abu tandan buah kelapa sawit kosong itu sudah diujicobakan pada biji jarak pagar, buah kelapa, dan kelapa sawit dan telah dipatenkan.

Selain itu, Prof. Dr. Thamrin Usman, DEA juga menemukan pembuatan biodiesel dengan menggunakan metode esterifikasi. Pada metode ini digunakan bahan baku limbah ekstraksi kelapa sawit menjadi CPO (sludge). Pada metode ini direaksikan sludge dengan metanol menggunakan katalisator tanah liat. Metode ini langsung menghasilkan produk bahan bakar nabati murni dengan kode B100. Reaksi kimia itu juga menghasilkan produk sampingan yang bernilai ekonomi tinggi berupa gliserol yang sering dipakai industri kosmetik, farmasi dan makanan. Biodiesel yang dibuat juga sudah diujicobakan pada kendaraan bermesin diesel. Pada uji coba tersebut diperoleh hasil yang baik dimana mobil yang diuji dapat berjalan dengan baik dan emisi gas buang yang dihasilkan tidak berbahaya. Karya Prof. Dr. Thamrin Usman, DEA ini telah dipatentkan dan menjadi satu-satunya patent yang ada di UNTAN.

b. Bioetanol
Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel di samping Biodiesel. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa etanol. Bahan baku bioetanol yang dapat digunakan antara lain ubi kayu, tebu, sagu dll. Beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dari bioethanol yaitu nilai oktan yang tinggi sehingga menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat pada waktunya dan tidak menyebabkan fenomena knocking, emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan salah satunya gas CO2 yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta emisi NO yang rendah, efisiensi yang dihasilkan oleh bioetanol juga lebih tinggi dibanding bensin (Anonim b, 2011). Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioetanol ini pun terdapat kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya yaitu diperlukan modifikasi mesin karena bioetanol dapat menyebabkan karat pada komponen mesin.

c. Sel Surya Tersensitasi Dye
Sel surya menggunakan prinsip elektrokimia sederhana yang meniru efek fotosintesis daun hijau, yaitu proses penangkapan energi foton pada skala molekuler untuk selanjutnya dikonversi menjadi energi listrik. Sel surya tersensitasi dye pertama kali ditemukan oleh Michael Grätzel dan dipatenkan dengan nama Grätzel cell (Gratzel, 1998). Sel ini tersusun atas sepasang elektroda yaitu elektroda kerja dan counter elektroda. Elektroda ini ditempatkan di masing-masing lempeng kaca konduktif (FTO). Pada elektroda kerja dilapisi oksida nanopartikel (TiO2) yang dilapisi oleh molekul zat pewarna (dye). Molekul dye berfungsi sebagai penangkap foton cahaya, sedangkan nanopartikel semikonduktor berfungsi menyerap dan meneruskan foton menjadi elektron.
Maddu dkk (2007) telah melakukan pabrikasi sel surya dengan menggunakan ekstrak pigmen (dye) antosianin dari kol merah sebagai fotosensitizer. Penggunaan bahan alam dapat menekan biaya pembuatan karena pembuatan sel surya dengan menggunakan bahan sintesis kompleks rutenium sangat mahal. Sel surya sangat berpotensi untuk dikembangkan di daerah perbatasan maupun di daerah plosok mengingat masih banyak daerah-daerah di Indonesia ini yang masih belum memperoleh sumber energi listrik.

Beberapa sumber energi alternatif di atas sangat potensial untuk dikembangkan mengingat bahan yang digunakan berasal dari alam dan dapat diperbaharui. Penggunaan bioenergi juga dapat memperkecil permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh bahan bakar fosil. Sehingga diharapkan bioenergi ini dapat menjadi solusi bagi permasalahan energi dunia.

REFERENSI :

Anonim a, 2012. Sekilas Tentang Bioenergi. http://saveenergy info.blogspot.com/2012/03/sekilas-tentang-bioenergi.html (diakses pada tanggal 09-11-12).

Grätzel M, 1998. Demonstrating Electron Transfer and Nanotechnology : A Natural Dye-Sensitized Nanocrystalline Energy Converter. Journal of Chemical Education.

Maddu A, Zuhri M, Irmansyah, 2007. Penggunaan Ekstrak Antosianin Kol Merah sebagai Fotosensitizer pada Sel Surya Tio2 Nanokristal Tersensitisasi Dye. MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 11, NO. 2, NOVEMBER 2007: 78-84
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar