Kekeringan merupakan problem manajemen sumber daya air yang
kompleks, melibatkan banyak stakeholder dan membutuhkan tindakan
individual atau kolektif terpadu untuk mengamankan suplai air.
Kekeringan juga merupakan phenomena hidrologi yang paling kompleks,
perwujudan dan penambahan isu-isu berkaitan dengan iklim, tata guna
lahan, norma pemakaian air serta manajemen seperti persiapan, antisipasi
dan sebagainya. Kompleksitas bertambah karena diketahui kekeringan
merupakan bencana dengan prosesnya berjalan lambat sehingga dikatakan
sebagai bencana merangkak (creeping disaster). Datangnya tidak tiba-tiba
(instan) seperti banjir atau gempa bumi, namun timbul perlahan-lahan
sehingga sangat mudah diabaikan. Tidak bisa diketahui secara pasti awal
dan kapan bencana ini berakhir, namun semua baru sadar setelah berada di
periode tengahnya. Masyarakat awam umumnya baru menyadari ketika air di
dalam sumurnya habis, ketika aliran PDAM macet, ketika penyedotan air
tanah dengan pompa hanya keluar udara (Iglesias et al., 2007; Grigg,
1992 dengan modifikasi).
Pendekatan strategis merupakan pendekatan dengan konsep keseimbangan
antara suplai dan kebutuhan serta antisipasi atau menghindari ancaman
dari dampak kekeringan. Pengelolaan masalah kekeringan harus menetapkan
taraf risiko kegagalan dari suplai air yang terbingkai oleh dua
pernyataan yaitu risiko dari kekurangan air dan keamanan suplai
(security of supply).
Dengan kata lain pendekatannya harus berdasarkan keseimbangan antara
ketersediaan air dan kebutuhan. Dari sisi ketersediaan, sumber daya air
yang ada harus terjamin keberadaannya yang berkelanjutan (sustainable).
Sedangkan dari sisi kebutuhan, air yang dimanfaatkan harus lebih kecil
atau sama dengan ketersediaannya.
Dari uraian di atas langkah-langkah untuk pemenuhan strategi yang perlu dilakukan adalah:
- Identifikasi daerah rawan kekeringan.
- Pemetaaan detail daerah rawan kekeringan dari berbagai aspek.
- Identifikasi dan pemetaan sebaran penduduk dan kebutuhan air baku.
- Pemetaan kebutuhan dan ketersediaan air.
- Sosialisasi kebutuhan dan ketersediaan air yang ada untuk berbagai instansi
- Sosialisasi pemakaian air secara efisien dan efektif.
- Penyusunan rencana tindak yang komprehensif, sektor dan multik sektor.
Berbagai model dan analisis dapat diaplikasikan untuk tiap-tiap
aspek yang ditinjau meliputi aspek-aspek meteorologi, hidrologi,
pertanian dan sosial ekonomi dll.
Untuk identifikasi, kuantifikasi dan monitoring kejadian kekeringan
berbagai metode telah diusulkan. Dari metode-metode tersebut yang paling
populer adalah indeks kekeringan. Indeks ini merupakan kombinasi khusus
indikator-indikator meteorologi, hidrologi dan data lainnya (Tsakiris
et al., 2007).
Indeks kekeringan menggambarkan suatu ukuran dari perbedaan
kebutuhan dan ketersediaan sumber air dan merupakan bagian dari sistem
pendukung keputusan yang berhubungan dengan kekeringan. Untuk utilitas
air lokal akan menggunakan indeks kekeringan untuk menginformasikan
pembatasan penggunaan air dan mengumumkan ketersediaan air yang ada
kepada pemakai (publik).
Dalam skala daerah aliran sungai (DAS), pengelola akan menggunakan
suatu indeks untuk informasi dan koordinasi penggunaan air di seluruh
wilayah DAS. Untuk wilayah regional (kabupaten/kota sampai provinsi)
indeks dapat dipakai untuk mengukur tingkat ketersediaan dan kebutuhan
di seluruh wilayah tersebut (Grigg, 1996).
Pada tingkatan yang berbeda-beda tersebut, indeks dapat dipakai
untuk laporan, riset atau rencana aksi. Pemakai indeks yang berbeda akan
membutuhkan pendukung keputusan yang berbeda.
Secara umum persiapan dan mitigasi dalam menghadapi musim kemarau
dapat disebutkan beberapa hal, yaitu (Grigg dan Vlachos, 1990 &
1993):
Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lain dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan
fungsi sumber air yang bersangkutan. [Ayat (1) Pasal 79 PP RI No.42
Tahun 2008].
Yang dimaksud dengan "karakteristik sumber air", misalnya:
- keberadaan aliran air di sungai sepanjang tahun atau musiman;
- tingkat kemiringan dasar sungai (curam atau landai);
- tingkat kandungan sedimen di sungai;
- letak danau di pegunungan atau di dataran rendah; dan
- jenis rawa (pasang-surut atau rawa lebak).
Yang dimaksud dengan "fungsi sumber air", misalnya, fungsi sumber air
sebagai jalur transportasi, sumber air baku, kawasan lindung, dan
kawasan pelestarian alam. [Penjelasan Pertama Ayat (1) Pasal 80 PP RI
No.42 Tahun 2008].